Senin, 16 November 2015

Ibu Cerdas Pilih yang Berkualitas

Diposting oleh Unknown di 03.30


Salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk membuat anaknya bahagia adalah dengan pemberian susu yang didalamnya terdapat berbagai nutrisi yang baik untuk anak. Melalui susu orang tua dapat pula mencurahkan kasih sayang pada anak, dengan ASI eksklusif seorang ibu memperkuat ikatan batin dengan si bayi karena dengan memeberi ASI secara langsung melalui payudara otomatis mereka menjadi dekat satu sama lain dan dengan susu formula orang tua rela membayar mahal agar anak mereka mendapat gizi yang mereka anggap baik, itupun salah satu bentuk perhatian pada anak.  Air susu ibu (ASI) eksklusif dan susu formula adalah salah satu hal yang menjadikan segenap ibu di Indonesia menjadi bingung harus lebih memilih mana yang memang benar-benar aman dan bisa membuat anak-anak mereka bisa mendapatkan asupan gizi serta dapat bertumbuh kembang dengan baik. Baik ASI eksklusif yang secara konvensional dapat didapat dari ibu maupun susu formula yang berasal dari sapi dengan diolah pabrik mempunyai kelemahan dan kelebihan satu sama lain, berbagai penelitian yang sudah dilakukan selama ini belum cukup untuk memberi solusi menetukan mana yang terbaik diantara keduanya.
Pertama dimulai dengan susu konvensional atau sering dikenal dengan ASI adalah makanan bayi yang merupakan emulsi lemak yang terdapat dalam larutan protein, laktosa serta garam-garam anorganik yang disekresikan oleh kelenjar mammae. Sedangkan ASI eksklusif adalah aktivitas dimana seorang ibu memberi makanan bayinya hanya dengan ASI tersebut hingga bayi berusia 4 bulan tanpa memberi makanan lain kecuali saat bayi sakit diberi obat sirup. Pemberian ASI yang merupakan makanan pertama dan utama bagi bayi dapat menunjang tumbuh kembang bayi dengan maksimal karena pemberian ASI yang cukup dapat memenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi hingga berumur 4 bulan (1) yang dapat diperoleh setelah 5 menit penghiasapan (1). Sedangkan menurut Helda (2009) makanan lain yang dimaksud adalah bubur nasi, tim, susu formula, jeruk, madu, air teh, bubur susu, pisang maupun papaya (2).  Dari pengertian tersebut saja sudah diketahui bahwa susu ibu memiliki manfaat yang luar biasa namun pengertian dalam penelitian tersebut tidak dicantumkan dalam bentuk tabel perbandingan mengapa makanan lain tidak sebaik ASI agar pembaca sekilas dapat mengetahui ASI memang unggul.

Mamalia dianugerahi payudara dan kelenjar susu untuk dapat digunakan memberi nutrisi pada anaknya dan pastinya air susu antara satu jenis mamalia dengan yang lain berbeda komposisinya sesuai denagan kebutuhan dan kecepatan pertumbuhan bayi , untuk air susu manusia sendiri menurut Arifin(2004) dan susanti (2011) ASI mengandung 1,2 g % protein, 3,7 g %  lemak , 7 g %  laktosa, 65 g % kalori, 15 g% natrium, 57 g % kalium, 35 g % kalsium, 15 g % fosfor (3) serta dalam ASI terkandung juga berbagai macam vitamin, protein, klorin, tembaga, zat besi, magnesium, potassium, sodium, dan sulfur (1), tidak ketinggalan pula terdapat sejumlah kasein, kolestrol, whey, dan taurin (4) yang sangat essensial bagi bayi. Dalam ASI  ada suatu kekebalan pasif alami yang pertama kali diminum ketika bayi bayu lahir yaitu kolustrum yang mengandung sistem kekebalan melindungi bayi dari berbagai serangan penyakit (1). Bayi manusia tumbuh 2 kali lebih cepat dalam rentang waktu 4-5 bulan jadi komposisi ASI sudah sangat pas untuk kebutuhan energi yang diperlukan. Komposisi ASI menurut ahli tersebut memang lengkap tapi akan lebih  dimengerti lagi jika ditunjukkan pula berapa jumlah kandungan suatu zat seumpamanya dalam 1 tetes atau 100ml ASI.
Untuk ASI khususnya ASI eksklusif  mempunyai banyak manfaat dalam berbagai aspek seperti dalam aspek gizi yang berkualitas tinggi tentu tidak perlu ditanyakan lagi kebaikannya  bagi bayi seperti lemak yang merupakan sumber kalori utama bagi bayi, karbohidrat (laktosa) yang berguna untuk meningkatkan penyerapan kalsium dan merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus yaitu protein yang di dalamya terdapat taurin untuk meningkatkan pertumbuhan somatik, sebagai neurotransmiter serta berperan dalam pematangan otak, garam mineral yang cukup rendah agar ginjal bayi tidak bekerja terlalu keras sehingga urin terkonsentrasi dengan baik, vitamin K dan E yang baik untuk tulang dan kulit, AA (Arachidonic Acid) dan DHA(Dexocahexanic Acid) yang sangat baik untuk tumbuh kembang dan kecerdasan anak, kolustrum untuk antibodi bayi (3),  dan tidak mengandung beta-lactoglobulin sehingga tidak menyebabkan alergi bayi (1). Penelitian menunjukkan bahwa antara bayi yang diberi ASI dan bayi yang  tidak diberi ASI mempunyai IQ lebih tinggi 4,8 point lebih tinggi pada umur 18 bulan, 4-5 point lebih tinggi pada umur 3 tahun, dan 8,3 point pada umur 8,5 tahun karena ASI mempengaruhi perkembangan kognitif anak dan anak dapat mempunyai kemampuan motorik yang baik di awal perkembangannya(4). Namun penelitian tersebut tidak dipaparkan ada atau tidaknya faktor luar yang mungkin mempengaruhi IQ anak. Menurut primadani (2012) pertumbuhan koloni bakteri streptococcus sp pada ASI lebih sedikit jika dibandingkan pada susu lain sehingga hanya terdapat sedikit resiko menyebabkan plak pada gigi bayi (5) tetapi sayangnya penelitian tentang streptococcus sp tidak disertai solusi untuk meminimalisir lagi koloni bakteri tersebut agar anak benar-benar terbebas dari plak .Tanjung dan Sjarif (2013) juga menyatakan bahwa ASI mengandung Lutein yang merupakan keretenoid non-provitamin A yang merupakan antioksidan dan mempertajam penglihatan(11). Pendapat tersebut hingga saat ini belum pasti karena belum ada laporan yang mengenai manfaat lutein yang dipublikasikan secara luas jadi pendapat tersebut sebaiknya disertai dengan bukti. Dari beberapa ahi tersebut menunjukkan dalam 1 tetes ASI terdapat sejuta kebaikan.
 Untuk manfaat aspek kedua adalah pada aspek protektif yaitu ASI mempunyai kemampuan melindungi bayi dari infeksi virus, bakteri, dan jamur atau ASI dapat sebagai daya tahan tubuh (7) terbukti pada bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita sakit daripada yang tidak. Dalam ASI terdapat lactobacillus bifidus yang akan berkembang biak pada saluran pencernaan bayi berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan bayi. ASI mensekresi secretory immunoglobin A yang atau bisa kita sebut kolustrum yang dapat membran di permukaan mukosa usus membentengi jika ada bakteri pembentukan sel darah putih pada minggu pertama mencapai 4000 sel per ml sehingga ada banyak makrofag untuk membunuh mikroorganisme. Selanjutnya ASI mengeluarkan sekitar 300 kali lebih banyak lizozim daripada susu lain yang dapat melindungi bayi dari bakteri eschericia coli. Terdapat juga peroduksi laktoferin yng dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh staphylococcus sp, e-coli dan candida sp.(3) . Walaupun dari beberapa sumber tersebut ASI memiliki banyak manfaat dalam hal imun, berbagai penelitian tersebut tidak memaparkan himbauan bahwa walaupun ASI dapat melindungi bayi ibu tetap harus selalu berusaha menjauhkan bayi dari berbagai macam hal yang dapat menyebabkan infeksi pada bayi karena jika imun tersebut terus menerus digunakan akan kebal terhadap penyakit.
Manfaat yang ketiga adalah manfaat dalam aspek psikilogis seperti yang dijelaskan oleh Arifin(2004)  bahwa ASI dapat menjalin hubungan yang baik antara ibu dan bayi (1) karena bagi bayi tidak ada yang lebih berharga dan tak ada yang melebihi nilai pemberian ASI dari ibu, selain itu bayi juga mendapat bonus berupa kesetabilan emosinal, spiritual yang baik, dan perkembangan sosial yang terpuji (7) dan juga saat menyusui bayi dalam posisi yang sangat dekat dengan ibu jadi pasti bayi merasakan kasih sayang, mendengar detakan jantung ibu, merasakan ketrentaman dan kenyamanan yang membuat bayi merasa seperti masih ada dalam kandungan(4) ibu pun akan menghilangkan fikiran untuk menelantarkan anaknya (12). Dalam pendapat tersebut belum dapat sepenuhnya diterima karena tidak dicantumkan suatu penelitian maupun bukti yang nyata dan logis yang dapat memperkuat pernyataan sehingga perlu dikaji lebih dalam lagi. Pengkajian tersebut mungkin dapat sedikit terjawab seperti ini ketika menyusui terjadi interaksi antara tubuh ibu dengan tubuh bayi sehingga menyebabkan rangsangan kulit yang menjadikan bayi                                                                                                                                                                                                                               terbiasa dan menggantungkan hidup pada ibunya seperti yang dipaparkan oleh arifin (2004) (1).
Selain segala kebaikan yang dimiliki, ASI juga tidak luput dari kekurangan. Ibu bekerja pastinya memiliki intensitas pertemuan yang terbatas dengan bayinya , pemberian ASI  juga tidak luput dari kesalahan tata laksana, volume produksi ASI antara satu ibu dengan ibu yang lain berbeda menyebabkan masalah pada mereka yang mengalami kekurangan produksi ASI sehingga anak kurang mendapatkan nutrisi, tidak semua ASI dapat dihisap karena mungkin puting susu ibu tidak normal atau karena memang si bayi yang mengalami kasusahan dalam melakukan penghisapan(3). Fakta tersebut memang ada di masyarakat namun masih universal, tidak menunjukkan masalah lain yang kadang kurang diketahui yaitu ketika mempunyai bayi kembar sehingga susah untuk membagi ASI yang keluar atau bahkan kedua bayi mengalami kekurangan asupan jika hanya mengadalkan ASI saja.
Tidak hanya itu saja angka kematian bayi 35/1000 kelahiran, angka tersebut cukup tinggi di Asia Tenggara dikarenakan kurangnya kesadaran ibu atau orang tua sendiri terhadap pentingnya ASI sehingga bayi sejak lahir diberi dengan susu formula (2). Dalam penelitian tersebut memang menunjukkan bahwa Indonesia masih minim dengan kesadaran pemberian ASI, namun perlu diadakan pembaharuan karena penelitian yang dilakukan sudah sejak tahun 2007 dimana saat ini Indonesia sudah mengalami banyak dinamika ekonomi yang berakibat pada perubahan perkonomian dan konsumsi rumah tangga.
Untuk kondisi konsumsi ASI di Indonesia sendiri yang saat ini berada pada lingkungan dunia ketiga yang sekitar 80% masyarakatnya bertepat tinggal di pedesaan bahkan jauh hingga pedalaman yang menyebabkan hanya sebagian kecil yang mendapat fasilitas kesehatan termasuk kekurangan informasi bagaimana seharusnya ASI diberikan secara benar kepada bayi seperti yang terdapat dalam suatu penelitian bahwa rata-rata bayi disusui dari usia satu setengah hingga dua tahun bahkan ada pula masyarakat yang melanjutkan hingga usia anak mencapai 6 tahun. Sisanya masyarakat Indonesia tinggal di kota namun pada area padat penduduk dan kumuh sehingga jauh dari sentuhan penyuluhan pemberian ASI yang benar (9). Penelitian tentang masyarakat pedesaan diatas jika dilakukan  pada saat ini akan berbeda hasilnya karena saat ini dunia termasuk Indonesia berada di era globalisasi yang memudahkan semua orang mengakses informasi tentang kesehatan.
Beralih pada air susu modern yaitu susu formula yaitu susu yang umumnya berasal dari susu sapi yang merupakan satu-satunya susu yang dapat menggantikan ASI. Susu formula adalah susu berbentuk bubuk yang telah diformulasi khusus untuk bayi dalam rangka memenuhi kebutuhannya (10) dan merupakan hasil produksi evaporated milk yang telah diolah lebih lanjut yang kandungannya menyerupai ASI (11) menurut Standar Idustri Indonesia (1977). Sedangkan menurut pendapat Albab (2013) susu formula merupakan turunan   susu dapat berupa cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang diperdagangkan secara komersial di toko atau pasar berasal dari susu sapi (10). Susu ini dapat dikatakan sebagai susu modern karena dalam pengolahannya menggunakan berbagai tingkatan teknologi pengolahan dimulai dari bahan utama lalu diproses dengan standarisasi dicampur bahan-bahan tambahan, pencampuran basah, pasteurisasi, homogenisasi, evaporasi, pegeringan, lalu yang terakhir adalah pengemasan susu tersebut ke dalam bentuk pack (12). Cara pengolahan susu formula yang dikatakan ahli tersebut perlu dilakukan pembaharuan karena saat ini dalam pengolahan susu formula tidak sedemikian sederhana dikarenakan mengikuti perkembangan manusia dan perkembangan teknologi. Bahkan saat ini telah menjamur proses pengolahan tanpa tersentuh tangan manusia untuk menjaga keseterilitasan karena akan dikonsumsi bayi.
Untuk komposisi yang terdapat dalam susu formula yang umumya adalah susu sapi meliputi protein sebanyak 3,3 g %, lemak 4,3 g %, laktosa 1,8 g %, 65 kcal/100 ml kalori, natrium sebanyak 58 g %, kalium 145 g %, kalsium 130 g %, fosfor 120 g % (3), terdapat pula 4,8 g % laktosa, 3, 4 g % protein, berbagai macam vitamin antara lain vitamin A, B1, B2, asam nikotinmik, B6, B12, vitamin C, vitamin Z, vitamin K, 108 g % klorin, 14 g % tembaga, 70 g % zat besi, 12 g % magnesium, 145 g % potassium, 58 g % sodium dan sulfur sebanyak 30 g % (1). Komposisi yang ada tidak disertai lampiran tentang seberapa banyak kebutuhan akan zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi sehingga pembaca tidak tahu apakah komposisi dalam susu formula sudah pas atau belum untuk bayi. Dalam susu sapi formula banyak mengandung kasein yang akan memepermudah bayi dalam mencerna sebab kasein tersebut menjadi semacam gumpalan lunak yang cocok untuk usus bayi (1). Seberapa kandungan kasein tidak diberitahukan secara jelas oleh peneliti sehingga ibu tidak  dapat memperhitungkan cocok tidaknya susu tersebut dengan perut bayinya karena perut bayi sensitif dan bervariasi antara satu denan yang lain.
            Manfaat essensial dari adanya susu formula adalah sebagai pengganti ASI dikrenakan seorang ibu tidak dapat memproduksi ASI seperti ibu pada umumnya yang membuat bayi harus diberi nutrisi  lain, karena adanya gangguan atau kelainan pada kesehatan ibu seperti masalah jantung atau penyakit menular (AIDS) yang menyebabkan ibu tidak boleh menyusui bayi untuk kebaikan  bayi maupun ibu, terdapat kelainan metabolik pada bayi seperti bayi tidak dapat bertoleransi dengan laktosa karbohidrat pada ASI yang menyebabkan bayi bereaksi buruk jika mendapat ASI, untuk mengatasi kekurangan nutrisi jika ibu meninggal dalam melahirkan bayi tersebut, serta dalam keadaan darurat dimana ibu kritis dan jauh dari bayi tersebut (10), adanya tumor payudara, dan infeksi kelamin yang dikhawatirkan akan menular pada bayi jika tetap diberi ASI (11). Lima dari enam susu formula juga mengandung lutein (11). Namun ada atau tidaknya lutein pada susu formula tidak tercantum dalam komposisi karena berasal dari komponen zat lain dan jumlah lutein dalam susu tergantung pada makanan sapi. Manfaat-manfaat yang ditunjukkan beberapa peneliti tersebut sudah banyak namun melupakan manfaat tambahan seperti susu formula dalam botol sangat praktis, terdapat banyak variasi rasa susu formula yang membuat bayi tidak bosan, susu formula juga merupakan pilihan bagi ibu-ibu yang bekerja karena tidak bisa menyusui anaknya, dan susu formula juga tidak terbatas hanya untuk anak usia tertentu karena banyak pilihan susu untuk usia bayi yang berbeda-beda. Jadi dengan ditunjukkannnya manfaat tambahan dapat memperluas cakupan manfaat susu formula untuk ibu yang bekerja.
Sebagai makanan yang membutuhkan pengolahan susu formula memiliki banyak kekurangan antara lain beberapa tahun belakangan ditemukan suatu bakteri oportunik yaitu eterobacter sakazakii yang dapat menyebabkan penyakit meningitis dan necrisiting enterolitis dan parahnya dilaporkan bahwa 6 dari 25 sampel susu di Indonesia pada tahun 2008 positif mengandung bakteri tersebut (12). Namun dalam survei tersebut tidak dikatakan apakah sampel susu yang digunakan mempunyai merek yang biasa dikonsumsi oleh bayi di Indonesia atau sampel dari susu yang kurang diminati sehingga perlu adanya penjelasan agar peneliti tidak membuat khawatir masyarakat. Susu formula adalah media favorit mikroorganisme dalam berkembang biak seperti infeksi bakteri, parasit, dan virus juga karena alergi susu sapi CAMP (Cow’s Milk Protein Alergy) (13). Konsumsi susu formula juga merupakan faktor pembunuh bayi ketiga di Indonesia dikarenakan perilaku dalam pemberian susu formula yang tidak benar seperti kesalahan dalam pengenceran susu, membersihkan botol susu, kebersihan tangan saat membuat susu, dan memilih jenis susu yang cocok bagi anak (14). Dalam susu formula tidak mengandung kolustrum seperti pada ASI sehingga tidak tepat diberikan kepada bayi baru lahir. Dalam susu formula kandungan vitamin A terbatas, meningkatkan resiko obesitas bayi, IQ yang lebih rendah, dan bagi ibu menyebabkan anemia, kanker ovarium, kanker payudara serta meningkatkan resiko hamil lagi karena susu formula tidak berikatan dengan hormon ibu(12). Kekurangan susu formula tersebut tidak didukung dengan survei atau data jadi bisa dikatakan kurang dapat dipercaya.
Susu adalah hal penting bagi bayi karena susu dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk tumbuh kembangnya dan hal itu dapat diperoleh secara konvensional melalui ASI dan modern dalam bentuk susu formula. Pada awalnya ASI merupakan susu pilihan karena merupakan satu-satunya nutrisi lengkap bagi bayi yang memiliki pula banyak kelebihan, namun seiring perkembangan zaman dan kebutuhan manusia ASI dirasa memiliki banyak kekurangan yang membuat manusia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada ASI. Lalu munculah susu formula yang berasal dari sapi  yang pengolahannya dilakukan oleh pabrik guna mengatasi tuntutan zaman namun sesempurnya susu formula juga banyak memiliki kekurangan yang menyebabkan masyarakat justru mengalami dilema dalam menentukan pilihan yang terbaik bagi anaknya. Dengan dipaparkannya kelebihan serta kekurangan ASI dan susu formula diharapakan masyarakat menjadi lebih selektif dalam memilih nutrisi bagi anaknya.




Daftar Pustaka :
1.        Siregar MHDA. Digitized by USU digital library 1. 2004;1–14.
2.        Reproduksi K. Eksklusif. 2007;16424:195–200.
3.        Susanti N. Peran ibu menyusui yang bekerja dalam pemberian asi eksklusif bagi bayinya. :165–76.
4.        Asi P, Dua S. Magister Epidemiologi. 2008;(September).
5.        Asi M, Balita D, Minum Y. Fakultas kedokteran gigi universitas jember 2012. 2012.
6.        Tanjung C, Sjarif DR, Anak SMFK, Pantai RS, Kapuk I. Manfaat Penambahan Lutein dalam Susu Formula : Tinjauan Sistematik. 2013;40(1):22–6.
7.        Mengenal ASI eksklusif - Utami Roesli - Google Books.
8.        Menyusui K, Menyusui M. Melindungi kesehatan ibu : Susu hewan Protein > ASI ?? Baguskah ?? :1–6.
9.        Ebrahim G. Air Susu Ibu. Suharyono, editor. Yogjakarta: Yayasan Essentia Medica; 1978.
10.      Studi P, Keperawatan I, Jember U. No Title. 2013;
11.      Hasibuan AR. SUSU FORMULA LAKTOGEN ( Studi Kasus di Ramayana Bogor Trade Mall , Kota Bogor ) PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS. 2010;
12.      Formula AS. Ii. tinjauan pustaka. 2008;
13.      UPT Perpustakaan UNS.
14.      Suherna C, Febry F, Mutahar R. HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN SUSU FORMULADENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA 0-24 BULANDI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALAI AGUNG SEKAYU TAHUN 2009. 2009;



0 komentar:

Posting Komentar

 

Aullia Niken Wulandari Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea