Salah
satu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk membuat anaknya bahagia adalah
dengan pemberian susu yang didalamnya terdapat berbagai nutrisi yang baik untuk
anak. Melalui susu orang tua dapat pula mencurahkan kasih sayang pada anak,
dengan ASI eksklusif seorang ibu memperkuat ikatan batin dengan si bayi karena
dengan memeberi ASI secara langsung melalui payudara otomatis mereka menjadi
dekat satu sama lain dan dengan susu formula orang tua rela membayar mahal agar
anak mereka mendapat gizi yang mereka anggap baik, itupun salah satu bentuk
perhatian pada anak. Air susu ibu (ASI)
eksklusif dan susu formula adalah salah satu hal yang menjadikan segenap ibu di
Indonesia menjadi bingung harus lebih memilih mana yang memang benar-benar aman
dan bisa membuat anak-anak mereka bisa mendapatkan asupan gizi serta dapat
bertumbuh kembang dengan baik. Baik ASI eksklusif yang secara konvensional
dapat didapat dari ibu maupun susu formula yang berasal dari sapi dengan diolah
pabrik mempunyai kelemahan dan kelebihan satu sama lain, berbagai penelitian
yang sudah dilakukan selama ini belum cukup untuk memberi solusi menetukan mana
yang terbaik diantara keduanya.
Pertama
dimulai dengan susu konvensional atau sering dikenal dengan ASI adalah makanan
bayi yang merupakan emulsi lemak yang terdapat dalam larutan protein, laktosa
serta garam-garam anorganik yang disekresikan oleh kelenjar mammae. Sedangkan
ASI eksklusif adalah aktivitas dimana seorang ibu memberi makanan bayinya hanya
dengan ASI tersebut hingga bayi berusia 4 bulan tanpa memberi makanan lain
kecuali saat bayi sakit diberi obat sirup. Pemberian ASI yang merupakan makanan
pertama dan utama bagi bayi dapat menunjang tumbuh kembang bayi dengan maksimal
karena pemberian ASI yang cukup dapat memenuhi semua kebutuhan nutrisi bayi
hingga berumur 4 bulan (1) yang dapat
diperoleh setelah 5 menit penghiasapan (1). Sedangkan
menurut Helda (2009) makanan lain yang dimaksud adalah bubur nasi, tim, susu
formula, jeruk, madu, air teh, bubur susu, pisang maupun papaya (2). Dari pengertian tersebut saja sudah diketahui
bahwa susu ibu memiliki manfaat yang luar biasa namun pengertian dalam
penelitian tersebut tidak dicantumkan dalam bentuk tabel perbandingan mengapa
makanan lain tidak sebaik ASI agar pembaca sekilas dapat mengetahui ASI memang
unggul.
Mamalia
dianugerahi payudara dan kelenjar susu untuk dapat digunakan memberi nutrisi
pada anaknya dan pastinya air susu antara satu jenis mamalia dengan yang lain
berbeda komposisinya sesuai denagan kebutuhan dan kecepatan pertumbuhan bayi ,
untuk air susu manusia sendiri menurut Arifin(2004) dan susanti (2011) ASI
mengandung 1,2 g % protein, 3,7 g %
lemak , 7 g % laktosa, 65 g %
kalori, 15 g% natrium, 57 g % kalium, 35 g % kalsium, 15 g % fosfor (3) serta dalam ASI
terkandung juga berbagai macam vitamin, protein, klorin, tembaga, zat besi,
magnesium, potassium, sodium, dan sulfur (1), tidak
ketinggalan pula terdapat sejumlah kasein, kolestrol, whey, dan taurin (4) yang sangat
essensial bagi bayi. Dalam ASI ada suatu
kekebalan pasif alami yang pertama kali diminum ketika bayi bayu lahir yaitu
kolustrum yang mengandung sistem kekebalan melindungi bayi dari berbagai
serangan penyakit (1). Bayi manusia
tumbuh 2 kali lebih cepat dalam rentang waktu 4-5 bulan jadi komposisi ASI
sudah sangat pas untuk kebutuhan energi yang diperlukan. Komposisi ASI menurut
ahli tersebut memang lengkap tapi akan lebih
dimengerti lagi jika ditunjukkan pula berapa jumlah kandungan suatu zat
seumpamanya dalam 1 tetes atau 100ml ASI.
Untuk
ASI khususnya ASI eksklusif mempunyai
banyak manfaat dalam berbagai aspek seperti dalam aspek gizi yang berkualitas
tinggi tentu tidak perlu ditanyakan lagi kebaikannya bagi bayi seperti lemak yang merupakan sumber
kalori utama bagi bayi, karbohidrat (laktosa) yang berguna untuk meningkatkan
penyerapan kalsium dan merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus yaitu protein yang di dalamya terdapat taurin
untuk meningkatkan pertumbuhan somatik, sebagai neurotransmiter serta berperan
dalam pematangan otak, garam mineral yang cukup rendah agar ginjal bayi tidak
bekerja terlalu keras sehingga urin terkonsentrasi dengan baik, vitamin K dan E
yang baik untuk tulang dan kulit, AA (Arachidonic
Acid) dan DHA(Dexocahexanic Acid)
yang sangat baik untuk tumbuh kembang dan kecerdasan anak, kolustrum untuk
antibodi bayi (3), dan tidak mengandung beta-lactoglobulin sehingga tidak menyebabkan alergi bayi (1). Penelitian
menunjukkan bahwa antara bayi yang diberi ASI dan bayi yang tidak diberi ASI mempunyai IQ lebih tinggi
4,8 point lebih tinggi pada umur 18 bulan, 4-5 point lebih tinggi pada umur 3
tahun, dan 8,3 point pada umur 8,5 tahun karena ASI mempengaruhi perkembangan
kognitif anak dan anak dapat mempunyai kemampuan motorik yang baik di awal
perkembangannya(4). Namun
penelitian tersebut tidak dipaparkan ada atau tidaknya faktor luar yang mungkin
mempengaruhi IQ anak. Menurut primadani (2012) pertumbuhan koloni bakteri streptococcus sp pada ASI lebih sedikit
jika dibandingkan pada susu lain sehingga hanya terdapat sedikit resiko
menyebabkan plak pada gigi bayi (5) tetapi
sayangnya penelitian tentang
streptococcus sp tidak disertai solusi untuk meminimalisir lagi koloni
bakteri tersebut agar anak benar-benar terbebas dari plak .Tanjung dan Sjarif
(2013) juga menyatakan bahwa ASI mengandung Lutein yang merupakan keretenoid
non-provitamin A yang merupakan antioksidan dan mempertajam penglihatan(11). Pendapat
tersebut hingga saat ini belum pasti karena belum ada laporan yang mengenai
manfaat lutein yang dipublikasikan secara luas jadi pendapat tersebut sebaiknya
disertai dengan bukti. Dari beberapa ahi tersebut menunjukkan dalam 1 tetes ASI
terdapat sejuta kebaikan.
Untuk manfaat aspek kedua adalah pada aspek
protektif yaitu ASI mempunyai kemampuan melindungi bayi dari infeksi virus,
bakteri, dan jamur atau ASI dapat sebagai daya tahan tubuh (7) terbukti pada
bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita sakit daripada yang tidak. Dalam
ASI terdapat lactobacillus bifidus yang
akan berkembang biak pada saluran pencernaan bayi berguna untuk menghambat
pertumbuhan bakteri yang merugikan bayi. ASI mensekresi secretory immunoglobin A yang atau bisa kita sebut kolustrum yang
dapat membran di permukaan mukosa usus membentengi jika ada bakteri pembentukan
sel darah putih pada minggu pertama mencapai 4000 sel per ml sehingga ada
banyak makrofag untuk membunuh mikroorganisme. Selanjutnya ASI mengeluarkan
sekitar 300 kali lebih banyak lizozim daripada susu lain yang dapat melindungi
bayi dari bakteri eschericia coli. Terdapat
juga peroduksi laktoferin yng dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh staphylococcus sp, e-coli dan candida sp.(3) . Walaupun dari
beberapa sumber tersebut ASI memiliki banyak manfaat dalam hal imun, berbagai
penelitian tersebut tidak memaparkan himbauan bahwa walaupun ASI dapat
melindungi bayi ibu tetap harus selalu berusaha menjauhkan bayi dari berbagai
macam hal yang dapat menyebabkan infeksi pada bayi karena jika imun tersebut
terus menerus digunakan akan kebal terhadap penyakit.
Manfaat
yang ketiga adalah manfaat dalam aspek psikilogis seperti yang dijelaskan oleh
Arifin(2004) bahwa ASI dapat menjalin
hubungan yang baik antara ibu dan bayi (1) karena bagi
bayi tidak ada yang lebih berharga dan tak ada yang melebihi nilai pemberian
ASI dari ibu, selain itu bayi juga mendapat bonus berupa kesetabilan emosinal,
spiritual yang baik, dan perkembangan sosial yang terpuji (7) dan juga saat
menyusui bayi dalam posisi yang sangat dekat dengan ibu jadi pasti bayi merasakan
kasih sayang, mendengar detakan jantung ibu, merasakan ketrentaman dan
kenyamanan yang membuat bayi merasa seperti masih ada dalam kandungan(4) ibu pun akan
menghilangkan fikiran untuk menelantarkan anaknya (12). Dalam pendapat
tersebut belum dapat sepenuhnya diterima karena tidak dicantumkan suatu
penelitian maupun bukti yang nyata dan logis yang dapat memperkuat pernyataan
sehingga perlu dikaji lebih dalam lagi. Pengkajian tersebut mungkin dapat
sedikit terjawab seperti ini ketika menyusui terjadi interaksi antara tubuh ibu
dengan tubuh bayi sehingga menyebabkan rangsangan kulit yang menjadikan bayi
terbiasa
dan menggantungkan hidup pada ibunya seperti yang dipaparkan oleh arifin (2004)
(1).
Selain
segala kebaikan yang dimiliki, ASI juga tidak luput dari kekurangan. Ibu
bekerja pastinya memiliki intensitas pertemuan yang terbatas dengan bayinya ,
pemberian ASI juga tidak luput dari
kesalahan tata laksana, volume produksi ASI antara satu ibu dengan ibu yang
lain berbeda menyebabkan masalah pada mereka yang mengalami kekurangan produksi
ASI sehingga anak kurang mendapatkan nutrisi, tidak semua ASI dapat dihisap
karena mungkin puting susu ibu tidak normal atau karena memang si bayi yang
mengalami kasusahan dalam melakukan penghisapan(3). Fakta tersebut
memang ada di masyarakat namun masih universal, tidak menunjukkan masalah lain
yang kadang kurang diketahui yaitu ketika mempunyai bayi kembar sehingga susah
untuk membagi ASI yang keluar atau bahkan kedua bayi mengalami kekurangan
asupan jika hanya mengadalkan ASI saja.
Tidak
hanya itu saja angka kematian bayi 35/1000 kelahiran, angka tersebut cukup
tinggi di Asia Tenggara dikarenakan kurangnya kesadaran ibu atau orang tua
sendiri terhadap pentingnya ASI sehingga bayi sejak lahir diberi dengan susu
formula (2). Dalam
penelitian tersebut memang menunjukkan bahwa Indonesia masih minim dengan kesadaran
pemberian ASI, namun perlu diadakan pembaharuan karena penelitian yang
dilakukan sudah sejak tahun 2007 dimana saat ini Indonesia sudah mengalami
banyak dinamika ekonomi yang berakibat pada perubahan perkonomian dan konsumsi
rumah tangga.
Untuk
kondisi konsumsi ASI di Indonesia sendiri yang saat ini berada pada lingkungan
dunia ketiga yang sekitar 80% masyarakatnya bertepat tinggal di pedesaan bahkan
jauh hingga pedalaman yang menyebabkan hanya sebagian kecil yang mendapat
fasilitas kesehatan termasuk kekurangan informasi bagaimana seharusnya ASI
diberikan secara benar kepada bayi seperti yang terdapat dalam suatu penelitian
bahwa rata-rata bayi disusui dari usia satu setengah hingga dua tahun bahkan
ada pula masyarakat yang melanjutkan hingga usia anak mencapai 6 tahun. Sisanya
masyarakat Indonesia tinggal di kota namun pada area padat penduduk dan kumuh
sehingga jauh dari sentuhan penyuluhan pemberian ASI yang benar (9). Penelitian
tentang masyarakat pedesaan diatas jika dilakukan pada saat ini akan berbeda hasilnya karena
saat ini dunia termasuk Indonesia berada di era globalisasi yang memudahkan
semua orang mengakses informasi tentang kesehatan.
Beralih
pada air susu modern yaitu susu formula yaitu susu yang umumnya berasal dari
susu sapi yang merupakan satu-satunya susu yang dapat menggantikan ASI. Susu
formula adalah susu berbentuk bubuk yang telah diformulasi khusus untuk bayi
dalam rangka memenuhi kebutuhannya (10) dan merupakan
hasil produksi evaporated milk yang
telah diolah lebih lanjut yang kandungannya menyerupai ASI (11) menurut Standar
Idustri Indonesia (1977). Sedangkan menurut pendapat Albab (2013) susu formula
merupakan turunan susu dapat berupa
cairan atau bubuk dengan formula tertentu yang diperdagangkan secara komersial
di toko atau pasar berasal dari susu sapi (10). Susu ini dapat
dikatakan sebagai susu modern karena dalam pengolahannya menggunakan berbagai
tingkatan teknologi pengolahan dimulai dari bahan utama lalu diproses dengan
standarisasi dicampur bahan-bahan tambahan, pencampuran basah, pasteurisasi,
homogenisasi, evaporasi, pegeringan, lalu yang terakhir adalah pengemasan susu
tersebut ke dalam bentuk pack (12). Cara
pengolahan susu formula yang dikatakan ahli tersebut perlu dilakukan
pembaharuan karena saat ini dalam pengolahan susu formula tidak sedemikian
sederhana dikarenakan mengikuti perkembangan manusia dan perkembangan
teknologi. Bahkan saat ini telah menjamur proses pengolahan tanpa tersentuh
tangan manusia untuk menjaga keseterilitasan karena akan dikonsumsi bayi.
Untuk
komposisi yang terdapat dalam susu formula yang umumya adalah susu sapi
meliputi protein sebanyak 3,3 g %, lemak 4,3 g %, laktosa 1,8 g %, 65 kcal/100
ml kalori, natrium sebanyak 58 g %, kalium 145 g %, kalsium 130 g %, fosfor 120
g % (3), terdapat pula
4,8 g % laktosa, 3, 4 g % protein, berbagai macam vitamin antara lain vitamin
A, B1, B2, asam nikotinmik, B6, B12, vitamin C, vitamin Z, vitamin K, 108 g %
klorin, 14 g % tembaga, 70 g % zat besi, 12 g % magnesium, 145 g % potassium,
58 g % sodium dan sulfur sebanyak 30 g % (1). Komposisi yang
ada tidak disertai lampiran tentang seberapa banyak kebutuhan akan zat-zat gizi
yang dibutuhkan bayi sehingga pembaca tidak tahu apakah komposisi dalam susu
formula sudah pas atau belum untuk bayi. Dalam susu sapi formula banyak
mengandung kasein yang akan memepermudah bayi dalam mencerna sebab kasein
tersebut menjadi semacam gumpalan lunak yang cocok untuk usus bayi (1). Seberapa
kandungan kasein tidak diberitahukan secara jelas oleh peneliti sehingga ibu
tidak dapat memperhitungkan cocok
tidaknya susu tersebut dengan perut bayinya karena perut bayi sensitif dan
bervariasi antara satu denan yang lain.
Manfaat essensial dari adanya susu
formula adalah sebagai pengganti ASI dikrenakan seorang ibu tidak dapat
memproduksi ASI seperti ibu pada umumnya yang membuat bayi harus diberi
nutrisi lain, karena adanya gangguan
atau kelainan pada kesehatan ibu seperti masalah jantung atau penyakit menular
(AIDS) yang menyebabkan ibu tidak boleh menyusui bayi untuk kebaikan bayi maupun ibu, terdapat kelainan metabolik
pada bayi seperti bayi tidak dapat bertoleransi dengan laktosa karbohidrat pada
ASI yang menyebabkan bayi bereaksi buruk jika mendapat ASI, untuk mengatasi kekurangan
nutrisi jika ibu meninggal dalam melahirkan bayi tersebut, serta dalam keadaan
darurat dimana ibu kritis dan jauh dari bayi tersebut (10), adanya tumor
payudara, dan infeksi kelamin yang dikhawatirkan akan menular pada bayi jika
tetap diberi ASI (11). Lima dari enam
susu formula juga mengandung lutein (11). Namun ada atau
tidaknya lutein pada susu formula tidak tercantum dalam komposisi karena
berasal dari komponen zat lain dan jumlah lutein dalam susu tergantung pada
makanan sapi. Manfaat-manfaat yang ditunjukkan beberapa peneliti tersebut sudah
banyak namun melupakan manfaat tambahan seperti susu formula dalam botol sangat
praktis, terdapat banyak variasi rasa susu formula yang membuat bayi tidak
bosan, susu formula juga merupakan pilihan bagi ibu-ibu yang bekerja karena
tidak bisa menyusui anaknya, dan susu formula juga tidak terbatas hanya untuk
anak usia tertentu karena banyak pilihan susu untuk usia bayi yang
berbeda-beda. Jadi dengan ditunjukkannnya manfaat tambahan dapat memperluas
cakupan manfaat susu formula untuk ibu yang bekerja.
Sebagai
makanan yang membutuhkan pengolahan susu formula memiliki banyak kekurangan
antara lain beberapa tahun belakangan ditemukan suatu bakteri oportunik yaitu eterobacter sakazakii yang dapat
menyebabkan penyakit meningitis dan necrisiting
enterolitis dan parahnya dilaporkan bahwa 6 dari 25 sampel susu di
Indonesia pada tahun 2008 positif mengandung bakteri tersebut (12). Namun dalam survei
tersebut tidak dikatakan apakah sampel susu yang digunakan mempunyai merek yang
biasa dikonsumsi oleh bayi di Indonesia atau sampel dari susu yang kurang
diminati sehingga perlu adanya penjelasan agar peneliti tidak membuat khawatir
masyarakat. Susu formula adalah media favorit mikroorganisme dalam berkembang
biak seperti infeksi bakteri, parasit, dan virus juga karena alergi susu sapi
CAMP (Cow’s Milk Protein Alergy) (13). Konsumsi susu
formula juga merupakan faktor pembunuh bayi ketiga di Indonesia dikarenakan
perilaku dalam pemberian susu formula yang tidak benar seperti kesalahan dalam
pengenceran susu, membersihkan botol susu, kebersihan tangan saat membuat susu,
dan memilih jenis susu yang cocok bagi anak (14). Dalam susu
formula tidak mengandung kolustrum seperti pada ASI sehingga tidak tepat
diberikan kepada bayi baru lahir. Dalam susu formula kandungan vitamin A
terbatas, meningkatkan resiko obesitas bayi, IQ yang lebih rendah, dan bagi ibu
menyebabkan anemia, kanker ovarium, kanker payudara serta meningkatkan resiko
hamil lagi karena susu formula tidak berikatan dengan hormon ibu(12). Kekurangan
susu formula tersebut tidak didukung dengan survei atau data jadi bisa
dikatakan kurang dapat dipercaya.
Susu
adalah hal penting bagi bayi karena susu dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk
tumbuh kembangnya dan hal itu dapat diperoleh secara konvensional melalui ASI
dan modern dalam bentuk susu formula. Pada awalnya ASI merupakan susu pilihan
karena merupakan satu-satunya nutrisi lengkap bagi bayi yang memiliki pula
banyak kelebihan, namun seiring perkembangan zaman dan kebutuhan manusia ASI
dirasa memiliki banyak kekurangan yang membuat manusia tidak bisa sepenuhnya
bergantung pada ASI. Lalu munculah susu formula yang berasal dari sapi yang pengolahannya dilakukan oleh pabrik guna
mengatasi tuntutan zaman namun sesempurnya susu formula juga banyak memiliki
kekurangan yang menyebabkan masyarakat justru mengalami dilema dalam menentukan
pilihan yang terbaik bagi anaknya. Dengan dipaparkannya kelebihan serta
kekurangan ASI dan susu formula diharapakan masyarakat menjadi lebih selektif
dalam memilih nutrisi bagi anaknya.
Daftar Pustaka :
1. Siregar
MHDA. Digitized by USU digital library 1. 2004;1–14.
2. Reproduksi K. Eksklusif.
2007;16424:195–200.
3. Susanti N. Peran ibu
menyusui yang bekerja dalam pemberian asi eksklusif bagi bayinya. :165–76.
4. Asi P, Dua S. Magister
Epidemiologi. 2008;(September).
5. Asi M, Balita D, Minum Y.
Fakultas kedokteran gigi universitas jember 2012. 2012.
6. Tanjung C, Sjarif DR, Anak
SMFK, Pantai RS, Kapuk I. Manfaat Penambahan Lutein dalam Susu Formula :
Tinjauan Sistematik. 2013;40(1):22–6.
7. Mengenal ASI eksklusif -
Utami Roesli - Google Books.
8. Menyusui K, Menyusui M.
Melindungi kesehatan ibu : Susu hewan Protein > ASI ?? Baguskah ?? :1–6.
9. Ebrahim G. Air Susu Ibu.
Suharyono, editor. Yogjakarta: Yayasan Essentia Medica; 1978.
10. Studi P, Keperawatan I,
Jember U. No Title. 2013;
11. Hasibuan AR. SUSU FORMULA
LAKTOGEN ( Studi Kasus di Ramayana Bogor Trade Mall , Kota Bogor ) PROGRAM
SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS. 2010;
12. Formula AS. Ii. tinjauan
pustaka. 2008;
13. UPT Perpustakaan UNS.
14. Suherna C, Febry F, Mutahar
R. HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN SUSU FORMULADENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA
0-24 BULANDI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALAI AGUNG SEKAYU TAHUN 2009. 2009;
0 komentar:
Posting Komentar